BTS, Grammy, dan Relevansinya

Merayakan keberhasilan BTS dinominasikan dalam ajang 63rd Grammy Awards sebetulnya tidak berlebihan. Pada tanggal 24 November 2020 waktu setempat Recording Academy mengumumkan daftar nominasi untuk 83 kategori, dimana grup musik asal Korea Selatan tersebut menjadi salah satunya untuk kategori Best Pop Duo/Group Performance dengan lagu Dynamite. Berita ini disambut positif banyak pihak, khususnya para penggemar.

Selama beberapa tahun terakhir BTS memang telah menjadi fenomena tersendiri. Mereka mampu menembus pasar Amerika Serikat, pusat industri musik dunia, yang seringkali tidak ramah. Konsep penampil berbentuk grup tanpa instrumen musik bukan hal yang lazim di sana, apalagi jika grup tersebut datang jauh-jauh dari Asia. Namun dengan musik healing yang diproduksi sendiri oleh para anggotanya, serta didukung oleh optimalisasi teknologi, BTS ternyata menarik hati banyak kalangan. Meskipun kini mereka sudah ‘bergeser’ dari identitas awalnya sebagai grup yang beraliran hip-hop, konsistensi menelurkan lagu-lagu bertemakan isu sosial dalam beragam genre membuat BTS tetap digandrungi.

Perlahan tapi pasti posisi BTS semakin kokoh. Mulai dari mendapatkan penghargaan dan tampil di sejumlah ajang penganugerahan musik seperti Billboard Music Awards, American Music Awards, dan MTV Music Awards, merajai tangga lagu Billboard Hot 100, melakukan promosi di banyak acara talkshow kenamaan, hingga wawancara atau pemotretan dengan media-media besar. Tentu jangan lupakan penghargaan dalam negeri yang sudah disapu bersih. Semua momen tersebut akhirnya membawa BTS ke titik hari ini, mengutip kalimat presenter Arirang News “There have been plenty of historic days for BTS, but this might be the pinnacle of many achievements so far. The seven members boyband has been nominated for the Grammy Awards, for the first time ever”

***

Berbicara mengenai Grammy Awards tidak mungkin bisa biasa-biasa saja. Meskipun bersama dengan BBMAs dan AMAs disebut sebagai tiga ajang penganugerahan musik utama di Amerika Serikat, seluruh dunia tahu bahwa Grammy adalah penghargaan yang paling prestisius. Perjalanan BTS di Grammy Awards sendiri bisa dibilang tidak mulus. Awal tahun 2019 merupakan kali pertama mereka hadir karena diundang sebagai pembaca nominasi pemenang salah satu kategori. Nampaknya kemegahan ajang ini memberikan impresi mendalam bagi para member sehingga mereka mulai bermimpi untuk tampil dan mendapatkan nominasi. Tahun berikutnya sempat muncul protes di kalangan fans manakala BTS tidak mendapatkan satu pun nominasi di Grammy Awards 2020, meskipun dinilai memperoleh banyak pencapaian sepanjang tahun 2019. Walaupun akhirnya BTS tampil berkolaborasi dengan Lil Nas X membawakan lagu Old Town Road. Sejak saat itu, sepertinya BTS tak ragu menjadikan penampilan solo dan nominasi di ajang Grammy Awards sebagai tujuan spesifik mereka.

Dari sekian banyak penganugerahan seni yang ada di muka bumi, “EGOT” adalah yang termahsyur. Emmy Awards untuk industri televisi, Grammy Awards untuk industri musik, Oscar (Academy) Awards untuk industri film, dan Tonny Awards untuk broadway. Keempat penganugerahan ini bisa dibilang sangat eksklusif, dan Amerika-sentris. Meskipun terdapat justifikasi bahwa hal tersebut merupakan suatu kewajaran karena pada dasarnya berbasis di Amerika Serikat, selalu ada tuntutan bagi Grammy dan Academy agar dapat inklusif, mengingat tujuannya memang untuk mengapresiasi pencapaian di industri musik dan film secara umum. Berbeda dengan Academy Awards yang mulai berani mengambil keputusan anti-mainstream lewat kemenangan non-English film Parasite pada kategori Best Picture awal tahun ini, sang adik Grammy Awards sepertinya masih ‘malu-malu’.

***

Penghargaan Grammy Awards begitu misterius. Tidak pernah diketahui bagaimana atau kriteria apa yang mendasari pemilihan nominasi maupun pemenang. Berbeda dengan BBMAs dan AMAs yang menentukan pemenang berdasarkan performa chart, jumlah penjualan, serta voting penggemar yang pada prinsipnya bisa diukur, pemilihan nominasi dan pemenang Piala Gramofon ditentukan oleh keputusan dewan komite yang disebut Recording Academy. Anggota Recording Academy terdiri dari para profesional yang berkecimpung di industri musik mulai dari produser, musisi, pelaku bisnis musik, hingga music engineer. Namun identitasnya sendiri tidak diketahui pasti dan jumlahnya mencapai belasan ribu orang. Semua orang dapat bergabung (meski ada juga yang diundang, termasuk BTS dan CEO Big Hit Entertainment Bang Si Hyuk) selama memenuhi syarat tertentu di bidang musik.

Recording Academy menyeleksi puluhan ribu karya yang didaftarkan setiap tahunnya oleh musisi di seluruh dunia. Ini merupakan proses unik yang khas dari Grammy Awards. Recording Academy hanya akan memberikan penghargaan bagi karya-karya yang memang secara resmi didaftarkan. Filosofinya seperti ini: jika merasa layak, silakan memperkenalkan diri. Penyaringan dilakukan melalui voting secara tertutup dan selanjutnya dikaji oleh voting member. Kemudian terbitlah daftar nominasi yang siap diumumkan kepada publik. Singkat kata, Recording Academy terutama voting member, berhak menentukan siapa yang layak dan tidak mendapatkan nominasi maupun piala. Kriteria seperti apa yang dipakai? Yang selalu mereka sampaikan adalah pemberian penghargaan Grammy tidak melihat rekor penjualan, performa tangga lagu, atau tingkat popularitas, melainkan kualitas.

Metode seperti ini ibarat dua sisi mata uang. Penentuan oleh juri membuka ruang untuk penilaian yang tidak semata-mata menggunakan tolak ukur mainstream seperti popularitas atau sebatas musik yang enak didengar, namun juga mengakomodasi sisi filosofis dan idealisme dari sebuah karya. Namun hak absolut selalu menghadirkan konsekuensi subjektifitas. Kredibilitas dan integritas juri menjadi krusial, dan hal ini kerap menjadi salah satu isu yang membayangi Grammy Awards. Sudah rahasia umum bahwa ‘orang-orang kuat’ di dalam Recording Academy diisi oleh pelaku industri musik yang konservatif, mayoritas pria dan berusia di atas 50 tahun. Meskipun beberapa tahun terakhir mereka berusaha mendiversifikasi keanggotaan dengan memasukkan lebih banyak perempuan serta orang-orang yang lebih muda.

Grammy Awards tidak pernah lepas dari kontroversi. Dimulai dari drama artist snubbing yang tidak pernah absen dari pagelaran setiap tahunnya. Tahun 1996 Mariah Carey mendapatkan enam nominasi dan diyakini akan menyapu bersih semua kategori, namun pulang dengan tangan kosong. Hal yang sama menimpa Jay-Z dengan delapan nominasi pada tahun 2018. Masih segar juga dalam ingatan saat tahun lalu Ariana Grande yang datang dengan lima nominasi pun kalah telak. Yang teranyar adalah absennya The Weeknd dari seluruh daftar nominasi untuk Grammy Awards tahun 2021. Padahal album After Hours dan single Blinding Lights mendapat banyak respons positif dari kritikus dan sangat superior merajai tangga lagu.

Isu rasisme juga santer menyerang Grammy Awards. Pada tahun 2013, penyanyi Frank Ocean mengkritik bahwa pemenang yang dipilih selama ini didominasi oleh ras kulit putih (hanya 13 pemenang dari total 57 kali penganugerahan). Selain itu, Grammy juga dinilai cenderung berpihak ke musisi yang lebih konservatif secara musikal alih-alih progresif. Drake salah satu yang vokal soal ini, menyebut Grammy “sidelining a black visionary work in favor of a white traditionalist one”. Sampai akhirnya untuk kali pertama pada tahun 2019 musisi Childish Gambino dengan lagu rap This is America memenangkan dua kategori utama di luar kategori khusus rap. Selama ini Grammy memang dikenal tidak akur dengan genre rap dan hip-hop. Apabila dianalisis dari sudut pandang sosio-politik, friksi tersebut diduga berhubungan dengan histori musik rap yang identik dengan musisi kulit hitam dan sering dijadikan alat perjuangan.

Grammy Awards juga kerap menghadirkan keputusan yang bikin kening berkerut. Momen paling membekas tentu saja saat Adele mengalahkan Beyonce dalam kategori Album of The Year tahun 2017. Album Beyonce Lemonade, dinilai banyak pihak sangat layak menang karena mempunyai dampak sosio-kultural yang signifikan terhadap perjuangan black people. Adele sendiri bahkan ‘merasa bersalah’ dan tidak menyangka bisa menerima penghargaan. Dalam speech-nya Adele memuji Beyonce sebagai inspirasinya serta Lemonade sebagai karya yang monumental. Tiga tahun berselang kejadian serupa berulang. Billie Eilish yang menorehkan prestasi luar biasa dengan menyabet keempat kategori utama (General Field) pada tahun 2020, ‘meminta maaf’ karena merasa Ariana Grande lebih layak mendapatkannya. Jangan lupakan pula kecanggungan indie folk band Bon Iver ketika menerima penghargaan Best Alternative Music Album tahun 2012, karena pada saat itu banyak pihak mempertanyakan kelayakan mereka.

Bias gender juga menjadi persoalan lainnya. Pada tahun 2018 tagar #GrammySoMale sempat viral lantaran Alessia Cara hanya menjadi satu-satunya musisi perempuan yang membawa pulang piala. SZA yang mendapatkan banyak nominasi pun menuai hasil nihil. Selain itu kategori Best Pop Solo Performance didominasi oleh empat musisi perempuan, namun yang keluar sebagai pemenang adalah Ed Sheeran.

Tidak sedikit pelaku musik yang melancarkan protes atau kritikan secara terbuka terhadap kontroversi Grammy. Pemboikotan oleh sejumlah musisi yang menolak hadir seperti Taylor Swift atau Kendrick Lamar tahun lalu merupakan hal yang jamak diberitakan menjelang pagelaran. Bahkan Drake dalam speech-nya, dengan piala gramofon di tangan setelah menerima penghargaan Best Rap Song tahun 2019, melayangkan kritik di hadapan ribuan pasang mata. Rapper ini menyinggung bagaimana Grammy tidak bisa dijadikan tolak ukur absolut karena kontroversi yang menyertainya, terkhusus rasisme. Ada juga Nicki Minaj yang beberapa hari lalu mengingatkan publik lewat Twitter soal dirinya yang tidak mendapatkan penghargaan Best New Artist pada tahun 2012. Padahal tujuh lagunya secara bersamaan merajai chat Billboard dan melebihi prestasi rapper wanita manapun dalam satu dekade terakhir. Contoh paling anyar adalah penyanyi sekelas Elton John yang pasang badan bersuara membela The Weeknd yang tidak muncul dalam daftar nominasi.

***

Meskipun kontroversi selalu menyertai, nyatanya Grammy Awards selalu dinanti. Ada banyak pelaku musik yang menyatakan bahwa Grammy tidak lagi relevan, namun fakta bahwa protes selalu dilayangkan mensiratkan Grammy tetap dipedulikan. Tangisan menjadi hal yang lumrah ketika bahkan baru sebatas nominasi yang diumumkan. Silakan lihat reaksi Dua Lipa jika tidak percaya. Grammy Awards memang mempunyai magis tersendiri. Diselenggarakan sejak 61 tahun yang lalu, yang pasti faktor historis akan selalu melekat. Penonton Grammy Awards juga bukan sekumpulan anak muda yang ingin menonton pertunjukan musik, yang hadir adalah kritikus serta pelaku industri musik dengan tuksedo dan gaun malam. Jumlah karya yang masuk hingga puluhan ribu mengisyaratkan bahwa musisi di seluruh dunia berlomba-lomba ingin diakui oleh Recording Academy. Memenangkan Grammy seolah membuktikan musik mereka bukan hanya berhasil memikat hati penikmat musik, namun juga kritikus musik (dewan juri) yang dikenal beringas. Yah walaupun dewan juri ini sering dibanjiri sumpah serapah juga.

Eksklusivitas dan konservatisme adalah faktor yang malah mungkin menyebabkan Grammy Awards seperti memiliki pengaruh powerful. Seolah ada tembok tinggi yang tidak bisa dilewati sembarang orang. Tembok yang ingin dihancurkan oleh banyak musisi, tak terkecuali BTS. Datang dari Asia, berkonsep boyband, dan berpenampilan soft-masculine, BTS berpotensi menjadi ‘sasaran empuk’ tindakan Xenophobia dan rasisme. Banyak pihak yang meyakini bahwa kekuatan terbesar BTS dalam menaklukkan obstacle tersebut adalah ketulusan mereka dalam bermusik. Pesan-pesan pemberdayaan diri yang akan selalu relevan bagi siapapun yang mendengarnya. BTS pun sudah membuktikan pencapaiannya secara lokal dan global. Semua penghargaan telah diraih, kecuali satu. Ya si Piala Gramofon ini.

Ada banyak komentar di dunia maya yang beredar dengan nada menyepelekan “ah BTS dapat Grammy doang bangga” atau sebaliknya dengan nada memuji “ah BTS mah pasti dapat Grammy kok”. Kedua kalimat tersebut bertolak belakang, namun sebenarnya bermakna sama: dapat Grammy itu gampang. Ingin rasanya membawa orang-orang ini ke Staples Center agar melihat seperti apa ajang penganugerahan Grammy itu. Musisi besar seperti Beyonce atau Jay-Z mudah saja ‘dipermalukan’ (untung saja mereka tidak dipermalukan secara bersamaan, kan bisa malu sama tetangga). Mendapatkan Grammy bukan, sangat bukan, perkara mudah. Variabel yang mempengaruhi penentuan pemenang atau bahkan sekedar nominasi terlalu kompleks. Hal ini membuat hasil Grammy Awards tidak mudah ditebak.

Namun bukan berarti BTS tanpa harapan. Mendapatkan nominasi artinya telah membuka pintu pertama. Dalam kategori Best Pop Duo/Group Performance, BTS merupakan satu-satunya nominee yang berbentuk grup, sisanya adalah penampil featuring. Meskipun ada yang memandang sebelah mata pencapaian ini karena bukan nominasi kategori utama, tetapi sebetulnya BTS berada di kategori yang tepat. Best Pop Duo/Group Performance termasuk dari 15 kategori (dari total 83 kategori) yang diumumkan secara premier. Masuk nominasi artinya BTS telah dilirik oleh The Great and Mysterious Recording Academy diantara ribuan musisi. Jikalau ada argumentasi bahwa penominasian BTS hanya untuk ‘meredam’ amarah fans di media sosial sejak tahun lalu, rasanya kurang masuk akal. Mengingat sejarah Grammy yang toh biasanya tidak peduli dengan cacian seisi dunia sekalipun, atau bahkan kritik dari artis yang mereka menangkan sendiri seperti Drake.

***

Menembus tembok Grammy memiliki beragam makna. Mendapatkan nominasi Grammy Awards terlebih memenangkannya, akan menandakan puncak karir seorang musisi. Grammy Awards adalah penghargaan tertinggi di industri musik, meskipun dengan segala kontroversi yang menyertainya. Grammy Awards selalu menjadi impian setiap musisi, meskipun dengan hate and love relationship yang tidak ada habisnya. Seperti perkataan Jimin dalam siaran langsung BTS setelah pengumuman nominasi, Grammy Awards adalah raja dari seluruh penghargaan musik, meskipun banyak orang (termasuk warga Korea sendiri) yang belum benar-benar paham penghargaan seperti apa Grammy itu.

Melihat BTS yang selama setahun terakhir ini blak-blakan menyatakan keinginannya mendapatkan Grammy tidaklah aneh. Sangat wajar malah. Artinya mereka benar-benar memahami industri musik dunia. Berkaca pada pencapaian yang telah BTS raih sejak tujuh tahun berkarir, sudah sewajarnya Grammy Awards adalah penghargaan (secara hirarki) terakhir yang mereka bidik. Memenangkannya juga akan menjadi ‘penutup’ yang manis bagi perjalanan karir mereka sebelum hiatus, ketika satu per satu anggotanya harus mulai menjalankan dinas militer. Apa tujuan mereka selanjutnya setelah berhasil mendapatkan Grammy Awards biarlah menjadi urusan nanti. Musisi seperti BTS akan selalu menemukan esensi dari apa yang mereka kerjakan, one way or another.

Apabila BTS berhasil memperoleh penghargaan 63rd Grammy Awards, maknanya bukan sekadar pengakuan kualitas musik. Namun juga pematahan stereotipe, bias rasial, eksklusifitas, dan konservatisme. Memenangkan Grammy Awards akan selalu relevan. Jika pun tidak menang, bukan berarti penghargaan ini tidak relevan, mungkin belum rezeki saja. Pertanyaannya, apakah BTS akan berhasil? 31 Januari 2021 yang akan menjawabnya.

Published by Dana Andriana

Born and raised in Jakarta. A Psychology graduates in attainments, a civil servant in devotion. Thinking through her fingers.

Leave a comment